Wawasan Islam Moderat

Maraknya sikap Intoleransi dan Radikalisme Agama di berbagai perguruan tinggi di Indonesia saat ini menjadi bukti kuat bahwa kampus-kampus kita di Indonesia belum secara serius untuk tidak mengatakan abai melihat masalah ini sebagai bahaya laten dan potensi ancaman serius bagi keberlangsungan negara bangsa. Hasil survey Badan Intelijen Negara (BIN) menyebut sekira 39 persen mahasiswa di Tanah Air telah terpapar paham radikal. Bahkan, paham radikal juga dinilai tumbuh subur di lingkungan perguruan tinggi yang tak hanya menyasar kalangan mahasiswa. Riset BIN tersebut juga berbanding lurus dengan survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang menunjukkan bahwa saat ini radikalisme telah merambah dunia mahasiswa. Sebanyak 86 persen mahasiswa dari lima perguruan tinggi di Pulau Jawa menolak ideologi Pancasila dan menginginkan penegakan syariat Islam. Direktur Riset Setara Institute, Halili mengatakan, terdapat 10 perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia terpapar paham Islam radikalisme. Hal ini berdasar riset yang telah dikerjakan. Ia juga mengatakan gelombang radikalisme pada 10 PTN tersebut dibawa oleh kelompok keagamaan yang eksklusif yakni dari kelompok yakni salafi-wahabi, tarbiyah, dan tahririyah. “Corak kegiatan keislaman di kampus [yang terpapar radikalisme] itu monolitik. Cenderung dikooptasi oleh golongan Islam tertentu yang tertutup atau eksklusif.

Mencermati fenomena ini, dan sebagai upaya membendung dan mempromosikan agama Islam sebagai agama yang sangat toleran dan humanis, UIN Datokarama Palu akan membekali seluruh mahasiswanya dengan kompetensi wawasan Islam Moderat. Islam moderat adalah Islam humanis yang dapat mengayomi semua, dari berbagai lapisan social, baik etnis maupun agama. Islam moderat adalah sikap atau perilaku umat yang berupaya menghilangkan kesenjangan ortodoksi dan ortopraksis (iman dan amal shaleh) dalam kehidupan masyarakat disebabkan karena dalam merumuskan pengertian iman dalam agama tidak mempertautkan dengan kondisi social sebagai gambaran implikasinya secara praktis. Akibatnya, memunculkan kritik terhadap agama dan pemeluknya, yang dilukiskan sebagai agama yang egois, individualis, agama yang hanya syarat dengan doktrin sacral, praktek ritual, tidak memihak kaum lemah dan seterusnya. Padahal Islam secara normative-idelistik dekenal sebagai pembawa rahmat dan penyelamat umat.