Penulis: Dr Kamrida
“Saudara kandung adalah takdir, tapi saudara sepesantren adalah pilihan menjadi takdir”
Setiap 22 Oktober, kita memperingati Hari santri Nasional. Di tengah berbagai narasi tentang peran santri dalam sejarah dan pembangunan bangsa, ada satu aspek yang jarang di sorot namun menjadi kekuatan sejati dunia pesantren: ukhuwah atau persaudaran.
Ada sebuah ungkapan di kalangan santri: “Saudara kandung adalah takdir, tapi saudara sepesantren adalah pilihan menjadi menjadi takdir. “ungkapan ini bukan sekadar romatisme nostalgia alumni, melainka refleksi nyata dari sebuah fenomena sosial yang unik- bagaimana ikatan persaudaran dipesantren terkadang lebih erat dibanding hubungan dengan saudara kandung sendiri.
Apa yang membuat ikatan di pesantren begitu kuat? jawabannya terletak pada intensitas kebersamaan. Santri tidak hanya bertemu beberapa jam seperti teman sekolah biasa, tetapi hidup ersama 24 jam sehari, tujuh hari seminggu, selama bertahun-tahun. kami bangun bersama untuk qiyamil lail, belajar bersama hingga larut malam, bahkan sakit dan merawat satu sama lain tanpa kehadiran orang tua.
Intensitas ini menciptakan kedekatan emosional yang berbeda. ketika seorang santri jatuh sakit di tengah malam, bukan perawat atau orang tua yang menemani, tetapi teman sekamar yang begadang menemani, memijat punggung, atau sekadar duduk di samping sambil membaca doa. ketika ada santri yang kehilangan orang tua, kami semua merasakan kesedihan yang samaa, mengumpulkan uang seadanya untuk ongkos pulang, dan bergantian menghibur.
kebersamaan dalam kesederhanaan juga membentuk karakter hubungan yang autentik. Di pesantren, tidak ada status sosial yang menonjol. anak kyai, anak petani, anak pengusaha, semua tidur di kasur tipis yang sama, makan nasi yang sama, dan mencuci piring giliran yang sama. kesetaraan ini menghilangkan sekat-sekat artifisial dan membuat persahabatan terjalin tanpa pretensi.
Di Era digital yang paradoks ini _ di mana kita terkoneksi dengan ribuan orang namun merasa semakin kesepian _ pesantren mengajarkan sesuatu yang berharga: bahwa kedekatan sejati terbangun dari kebersamaan yang intens, kerentanan yang dibagikan, dan kesediaan untuk hadir dalam suka maupun duka.
Bukan berarti persaudaraan dengan saudara kandung tidak penting. tetapi pengalaman di pesantren membuktikan bahwa keluarga tidak hanya dibentuk oleh darah, tetapi juga oleh pilihan untuk saling menjaga, komitmen untuk saling menguatkan, keikhlasan untuk berbagi.
Di hari santri ini, saat kita merayakan kontribusi santri bagi bangsa, mari kita juga mengapreasisi modal sosial yang dimiliki pesantren: ukhuwah. Jaringan persaudaraan yang kuat ini bukan hanya membantu para alumni dalam kehidupan personal, tetapi juga menjadi kekuatan kolektif dalam membangun para alumni dalam kehidupan personal, tetapi juga menjadi kekuatan kolektif dalam membangun bangsa. Dari bisnis yang saling mendukung, gerakan sosial yang terorganisir, hingga solidaritas dalam krisis nasional_ semuanya berpijak pada ikatan ukhuwah yag tertempa di pesantren.
Dalam sebuah hadis, rasulullah SAW bersabda bahwa mukmin yang satu dengan mukmin lainnya bagaikan satu bangunan yang saling menguatkan. Di pesantren, filosofi ini tidak hanya diajarkan, tetapi dihidupi setiap hari. dan itulah mengapa, bagi banyak alumni pesantren, ukhuwah di sana bukan sekedar kenangan indah_ tetapi fondasi persaudaraan yang bertahan seumur hidup, dan menjadi kekuatan nyata bagi bangsa.
Selamat Hari Santri. Taqabballahu minna wa minkum….******




