OPINI-MEMBANGUN PERADABAN DIGITAL YANG ISLAMI

Dunia digital telah menjadi realitas yang tak terhindarkan dalam kehidupan umat manusia abad ke-21. Dari bangun tidur hingga menjelang tidur hingga tidur kembali, kehidupan kita bersentuhan dengan teknologi digital-media sosial, e-commerce, pembelajaran daring, hingga ibadah virtual. Pertanyaan mendesak yang perlu dijawab umat Islam adalah: Bagaimana kita membangun peradaban digital yang tidak hanya canggih secara teknlogi, tetapi juga berakar pada nilai-nilai Islam?.

Tidak dapat dipungkiri bahwa transformasi digital membawa perubahan fundamental dalam cara berinteraksi, berbisnis, belajar, dan bahkan beribadah. Pandemi COVID-19 mempercepat adopsi teknologi digital di seluruh aspek kehidupan. Masjid-masjid menggelar kajian melalui platform daring, zakat disalurkan lewat aplikasi digital, dan dakwah menjangkau audiens global melalui media sosial.

Namun, seperti dua sisi mata uang, digitalisasi juga membawa tantangan. penyebaran hoaks, radikalisme digital, konten negatif, hingga kecanduan media sosial menjadi ancaman nyata yang menggerus nilai-nilai moral dan spritual. Di sinilah urgensi membangun peradaban digital yang Islami menjadi sangat penting.

Peradaban digital yang Islami bukan berarti menolak modernitas atau teknologi, melainkan mengintegrasikan nilai-nilai Islam ke dalam ekosistem digital. Beberapa prinsip fundamental yang perlu dipegang adalah:

Pertama, Etika digital yang berlandaskan akhlak. Islam mengajarkan untuk berkata baik atau diam. Prinsip ini sangat relevan di era media sosial di mana setiap orang memiliki platform untuk menyuarakan pendapat. Ujaran kebencian, fitnah, dan ghibah yang tersebar luas di dunia maya bertentangan dengan ajaran Islam. Muslim digital perlu menjadi teladan dalam beretika di ruang siber.

Kedua, literasi digital yang kritis. Rasulullah saw mengajarkan untuk melakukan tabayyun (klarifikasi) sebelum menyebarkan informasi. QS. al-Hujurat ayat 6 menegaskan pentingnya verifikasi informasi agar tidak menyesatkan. Di era informasi yang berlimpah, kemampuan memilah informasi yang benar dari yang salah menjadi keterampilan yang wajib dimiliki setiap muslim.
Ketiga, produktivitas dan kontribusi positif. Islam mendorong umatnya untuk menjadi khalifah dimuka bumi yang membawa manfaat. Dunia digital membuka peluang luar biasa untuk berdakwah, berbagi ilmu, mengembangkan ekonomi sysriah, dan membangun jaringan solidaritas global. Platform digital harus dimanfaatkan untuk hal-hal yang membawa maslahat, bukan kemudharatan.

Membangun peradaban digital Islami bukan perkara mudah. tantangan pertama adalah gap literasi digital di kalangan umat Islam sendiri. Banyak ustaz dan tokoh agama yang belum sepenuhnya melek digital, sementara generasi muda yang melek teknologi kadang kurang mendalam pemahaman agamanya. Kolaborasi antara ahli teknologi dan ulama menjadi kunci untuk menjembatani gap ini.

Tantangan kedua adalah dominasi platform digital global yang tidak selalu sejalan dengan nilai-nilai Islam. Algoritma media sosial yang memprioritaskan engagement kadang justru mempromosikan konten kontroversial atau provokatif. Umat Islam perlu proaktif dalam mengembbangkan platform digital alternatif yang selaras dengan nilai-nilai Islam, atau setidaknya bijak dalam menggunakan platform yang ada.

Tantangan ketiga adalah radikalisme dan ekstremisme yang juga memanfaatkan ruang digital untuk menyebarkan ideologi mereka. Islam moderat yang rahmatan lil alamin harus lebih masif hadir di ruang digital untuk mengimbangi narasi-narasi ekstrem yang dapat menyesatkan, terutama generasi muda.

Untuk mewujudkan peradaban digital yang Islami, beberapa langkah konret dapat dilakukan. Pertama, pengembangan konten digital Islami yang berkualitas, menarik, dan mudah diakses. Dakwah digital perlu mengadaptasi bahasa dan format yang sesuai dengan karakteristik platform digital tanpa mengorbankan substansi ajaran Islam.

Kedua, pendidikan literasi digital berbasis nilai-nilai Islam perlu dimasukkan ke dalam kurikulum pesantren, madrasah, dan lembaga pendidikan Islam. Santri dan pelajar muslim perlu dibekali kemampuan teknis sekaligus filter moral dalam bernavigasi di dunia digital.

Ketiga, mendorong lahirnya ekosistem starup dan inovasi digital berbasis syariah. Dari fintech syariah, e-commerce halal, hingga aplikasi pendidikan Islam, peluang pengembangan ekonomi digital Islami sangat terbuka lebar. Ini bukan hanya soal bisnis, tetapi juga soal membangun infrastruktur digital yang mendukung gaya hidup Islami.

Keempat, membangun komunitas digital yang sehat dan produktif. grup-grup Whatsapp, forum online, dan komunitas media sosial berbasis nilai-nilai Islam dapat menjadi ruang aman untuk berdiskusi, belajar, dan saling menguatkan iman di tengah gempuran konten negatif.

Peradaban digital Islami bukan sekedar wacana, tetapi sebuah kebutuhan mendesak. Dunia digital adalah medan dakwah baru yang potensial, namun juga medan ujian bagi ketahanan spritual umat. dengan memegang teguh prinsip-prinsip Islam-Etika, kejujuran, manfaat, dan keadilan- umat Islam dapat menjadi pelopor dalam membangun ekosistem digital yang lebih bermoral dan bermakna.

Generasi Muslim hari ini memiliki tanggung jawab histroris: mewariskan peradaban digital yang tidak hanya maju secara teknologi, tetapi juga mulia secara moral. Seperti peradaban Islam klasik yang pernah menjadi mercusuar ilmu pengetahuan dunia, peradaban digital Islam hari ini dapat menjadi cahaya di tengah kegelapan ruang maya yang penuh tantangan.***

Penulis: Dr Kamridah

Bagikan post ini