Penulis : Dr Kamridah
Ketika kita membaca surah Luqman, kita menemukan narasi seorang ayah bijaksana yang mendidik anaknya dengan penuh kesabaran dan kearifan. Yang menarik, Alquran tidak menyebutkan sosok ibu dalam kisah ini _memberikan kita perspektif bahwa Luqman kemungkinan membesarkan anaknya sebagai single parent. Di tengah tantangan tersebut, ia tidak hanya mewariskan nilai-nilai ketauhidan, tetapi juga kesadaran ekologis yang mendalam.
Ketika Ekologi Dimulai dari Rumah
“Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan memberinya (balasan). Sesungguhnya Allah Mahahalus, mahateliti” (QS. Luqman:16)
Ayat ini bukan sekadar pelajaran teologi, tetapi juga ekologi. Luqman mengajarkan anaknya tentang kesadaran bahwa setiap Tindakan kecil _sekecil biji sawi_ memiliki dampak. Dalam konteks lingkungan, ini adalah prinsip fundamental: Setiap sampah plastik yang kitab buang, setiap pohon yang kita tanam, setiap air yang kita hemat, memiliki konsekuensi.
Bagi seorang single parent masa kini, pesan Luqman ini sangat relevan. Di tengah kesibukan menafkahi keluarga sendirian, mengasuh anak tanpa pasangan, dan menghadapi stigma sosial, tantangan untuk mendidik anak tentang lingkungan mungkin terasa berat. Namun justru dari situlah kearifan Luqman bersinar: Pendidikan ekologi tidak membutuhkan kemewahan, tetapi keteladanan.
Mendidikan dengan Keterbatasan, Mewariskan Kelimpahan
Rasulullah SAW bersabda, “Bumi ini hijau dan indah, dan Allah menjadikan kalian sebagai khalifah di dalamnya” (HR. Muslim). Peran sebagai khalifah ini tidak mengenal status pernikahan atau struktur keluarga. seorang single parent yang mengajarkan anaknya memilah sampah, menanam sayuran di pot bekas, atau berjalan kaki ke sekolah untuk mengurangi emisi, sedang menjalankan khilafah lingkungan.
Luqman tidak mendidik dengan ceramah Panjang, tetapi juga hikmah praktis. “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar” dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting (QS. Luqman:17). Dalam konteks ekologi, “amar ma’ruf nahi mungkar” adalah mengajarkan anak untuk menjaga ciptaan Allah dan mencegah kerusakan lingkungan.
Seorang ibu tunggal di kampung saya, bu siti, setiap pagi mengajak anaknya menyiram tanaman sambal bercerita tentang ayat-ayat Alquran yang menyebutkan air, hujan, dan tumbuh-tumbuhan. Ia tidak kaya, tetapi kebunnya yang penuh sayuran organik menjadi kelas ekologi gratis bagi anaknya. Inilah spirit Luqman: mendidik dengan apa yang ada, bukan dengan apa yang tidak ada
Ekologi sebagai Ibadah Keluarga
Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang muslim menanam tanaman atau menanam benih, lalu tanaman itu dimakan oleh burung, manusia atau binatang, melainkan hal itu menjadi sedekah baginya” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini mengubah paradigma: berkebun bukan sekadar hobi, tetapi ibadah. Bagi single parent, ini adalah kesempatan emas untuk menjadikan aktivitas sehari-hari sebagai ladang pahala sekaligus Pendidikan anak.
Luqman juga mengajarkan tentang kesabaran: “Dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan” (QS. Luqman: 17). Kesabaran dalam konteks ekologi adalah tentang proses: menanam pohon yang mungkin baru berbuah puluhan tahun kemudian, memilah sampah yang hasil nyatanya tidak langsung terlihat, atau mengajarkan anak nilai-nilai yang berlawanan dengan budaya konsumerisme.
Mewariskan Bumi Yang lebih Baik
Di tengah krisis iklim global, peran keluarga_termasuk keluarga single parent_menjadi sangat krusial. Anak-anak yang dibesarkan dengan kesadaran ekologis akan tumbuh menjadi generasi yang tidak hanya memikirkan keuntungan jangka pendek, tetapi keberlanjutan jangka Panjang.
Luqman mengajarkan anaknya untuk tidak sombong: “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan jangalah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh” Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membaggakan diri (QS. Luqman:18). Kerendahan hati ini adalah kunci ekologi:menyadari bahwa kita bukan penguasa alam, tetapi bagian darinya. Kita tidak mewarisi bumi dari nenek moyang, tetapi memijamnya dari anak cucu kita.
Bagi para single parent yang sedang berjuang membesarkan anak sendirian: Anda tidak sendirian dalam misi ini. Luqman adalah bukti bahwa satu orang tua yang bijaksana sudah cukup untuk membesarkan anak yang luar biasa. Dan Rasulullah adalah teladan bahwa kepedulian terhadap lingkungan adalah bagian integral dari iman.
Mari kita mulai dari hal sederhana: mengajarkan anak untuk tidak menyia-nyiakan air saat wudhu, mematikan lampu yang tidak terpakai sebagai bentuk sedekah energi, atau membawa tas belanja sendiri sebagai jihad melewati plastik. Dari rumah kita, dari keluarga kecil kita_lengkap atau tidak_ perubahan besar dimulai. ****
Tentang Penulis: Dr Kamridah Dosen Tetap UIN Datokarama Palu pada Fakultas Ushuluddin dan Adab




