Penulis: Dr. Sahran Raden, S.Ag, SH. MH. Dosen Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Syariah UIN Datokarama Palu.
Margarito Kamis yang dikenal sebagai pakar hukum tata negara menjadi salah satu narasumber dalam seminar nasional di UIN Datokarama Palu,. Meskipun melalui presentase zoom meting beliau tetap memiliki respon positif dari para peserta dan sivitas akademika UIN Datokarama Palu.
Ada yang mengganjal dalam pemikiran saya terkait pandangan beliau tentang eksistensi keilmuan hukum. Meskipun ini adalah problem utama di PTKIN di Indonensia . Pandangannya membuat saya menggelitik atas naluri pemikiran hukum saya sebagai pengajar ilmu hukum pada UIN Datokarama Palu.
Prof. Margarito menyampaikan bahwa kampus UIN harus mampu melahirkan pakar-pakar hukum yang bukan hanya kuat secara akademik, tetapi juga tajam dalam melihat realitas sosial dan hukum. saya inginkan, saya rindu, lahir pakar hukum dari UIN. Saya bahkan merasa orang UIN itu lebih pintar daripada kami yang belajar hukum di perguruan tinggi umum. Dalam memahami berbagai persoalan hukum, menurutnya, banyak sarjana hukum umum tidak memahami akar dan alasan filosofis dari konsep-konsep yang mereka pelajari, sementara mahasiswa UIN memiliki kedalaman wawasan keilmuan hukum yang diintegrasikan antara hukum Islam dan Hukum Umum yang lebih sekuler dan memahami hukum yang bersumber dari pemikiran barat. Orang UIN pasti paham. Selain Al-Qur’an dan hadis, urusan hukum dan fikih adalah bikinan manusia.
Dalam konteks demikian, dapat dipahami bahwa ada kesenjangan keilmuan yang diajarkan pada UIN sebagai PTKIN di Indonesia dengan Perguruan Tinggi Umum dimana ada fakultas Hukum yang mempelajaari keilmuan hukum.
Belum lagi luaran alumni antara lulusan UIN dan perguruan tinggi umum sangat berbeda. Alumni fakutas hukum di perguruan tinggi umum lebih luas jangkauan karir lulusannya sedangkan alumni fakultas syariah sangatlah terbatas. Alumni Fakultas Syariah di PTKIN, masi dihitung jari mereka yang menduduki jabatan sebagai hakim di Peradilan Umum seperti menjadi Hakim Mahkamah Konstitusi, Hakim di Mahkamah Agung, Hakim di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tata Usaha negara dan juga perancang peraturan perundang undangan serta sejumlah lembaga negara lainnya.
Selain karena lulusan PTKIN yang belum kompetitif juga kebijakan regulasi yang tidak pro kepada PTKIN. Regulasi yang diskriminatif terhadap lulusan PTKIN mengakibatkan, Alumni PTKIN kurang terserap menjadi hakim di peradilan umum atau di pemerintahan. Maka itu perlu ada pembenahan terhadap peraturan perundang undangan yang memberi kesempatan yang luas kepada aulmni PTKIN di bidang profesi hukum.
Keunggulan Kurikulum Fakultas Syariah UIN.
Sebenarnya kurikulum di Fakultas Syariah UIN lebih komprehensif dan terintegrasi ketinbang Kurikulum di Fakultas Hukum Perguruan Tinggi Umum.
Perbedaan kurikulum antara Fakultas Syariah dan Hukum di UIN dengan Fakultas Hukum di perguruan tinggi umum terletak pada integrasi ilmu hukum dengan prinsip-prinsip dan sumber hukum Islam pada Fakultas Syariah.
Sedangkan Fakultas Hukum di perguruan tinggi umum lebih fokus pada sistem hukum positif nasional dan internasional tanpa integrasi aspek keislaman secara khusus.
Di Fakultas Syariah dan Hukum UIN, kurikulumnya mengacu pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dengan integrasi kajian ilmu keislaman seperti Tafsir Ayat dan Hadis Hukum, Fikih, Ushul Fikih, Akhlak dan Tasawuf, Ekonomi Syariah, serta mata kuliah hukum Islam seperti Hukum Keluarga Islam dan Perbandingan Mazhab.
Matakuliah itu diintegrasikan bersama dengan mata kuliah ilmu hukum umum seperti ilmu hukum, pengantar ilmu Hukum, hukum Acara Pidana, dan Hukum Administrasi Negara, Hukum Tata Negara, Hukum Konstitusi, Hukum Perdata, legal drafting, sosialogi hukum, filsafat hukum dan lainhya.
Mata kuliah ini bertujuan memperkuat pemahaman mahasiswa terhadap hukum Islam dan hukum nasional secara terpadu.
Sementara itu, Fakultas Hukum di perguruan tinggi umum lebih menekankan pada mata kuliah hukum positif seperti Hukum Tata Negara, Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum Administrasi Negara, serta yurisprudensi dan teori hukum modern tanpa adanya pengkajian mendalam terhadap hukum Islam atau prinsip-prinsip keislaman dalam kurikulumnya.
Dengan demikian, perbedaan utama kurikulum terletak pada keberadaan muatan khusus hukum Islam yang menjadi ciri khas Fakultas Syariah dan Hukum di UIN, sementara Fakultas Hukum umum lebih fokus pada sistem hukum nasional dan internasional secara sekuler.
Perbedaan mata kuliah inti antara Fakultas Syariah dan Fakultas Hukum umum terletak pada muatan keilmuan yang menjadi fokus utama masing-masing fakultas. Di Fakultas Syariah dan Hukum (misalnya di UIN), mata kuliah inti mencakup: Mata kuliah keislaman seperti Ushul Fiqh, Akhlak Tasawuf, Tafsir Ahkam, Hadits Ahkam, Ulumul Hadits, Ulumul Qur’an, Fiqh Muamalah, Hukum Keluarga Islam (Munakahat), Hukum Waris Islam, Fiqh Siyasah, Filsafat Hukum Islam, serta Hukum Perdata Islam. Mata kuliah umum hukum yang juga diajarkan di fakultas hukum pada umumnya seperti Hukum Pidana, Hukum Agraria, Hukum Acara Peradilan Agama, Hukum Administrasi Negara, Hukum Tata Negara, dan Metode Penelitian Hukum. Bahasa Arab sebagai pendukung pemahaman literatur hukum Islam.
Sedangkan di Fakultas Hukum perguruan tinggi umum, mata kuliah inti lebih fokus pada: Hukum positif nasional dan internasional seperti Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Internasional, Hukum Acara Perdata dan Pidana.. Tidak ada mata kuliah khusus terkait kajian hukum Islam secara mendalam. Fokus pada teori hukum modern, yurisprudensi, serta ilmu hukum yang bersifat sekuler dan universal tanpa muatan agama khusus.
Dalam konteks demikian fakultas Syariah dan Hukum di UIN memiliki keunggulan kurikulum yang bisa menginterasikan antara kedalamana kajian keislaman dengan hukum konvensional.
Di UIN tidak ada lagi dikotomi kajian antara hukum Islam dan hukum konvensional. Sebab kurikulum matakuliah yang diajarkan 60% hukum Islam dan 40% hukum konvensional. UIN mengintegrasikan kajian hukum Islam dan hukum umum dalam kurikulumnya, sementara Fakultas Hukum umum fokus pada kajian hukum positif secara lebih luas tanpa penekanan khusus pada hukum Islam.
Pengaruh perbedaan kurikulum terhadap prospek karier lulusan
Sangat disadari bahwa tantangan PTKIN terutama lulusan Fakultas Syariah dan Hukum di UIN belum memiliki ekspansi yang luas untuk bidang profesi hukum. Padahal kurikulum dan matakuliah yang dterapkan telah mengintegrasikan keilmuan hukum Islam dan hukum konvensional.
Perbedaan kurikulum antara Fakultas Syariah dan Hukum di UIN dengan Fakultas Hukum di perguruan tinggi umum sangat memengaruhi prospek karier lulusan.
Lulusan Fakultas Syariah dan Hukum yang memiliki pengetahuan mendalam tentang hukum Islam dan hukum positif nasional memiliki peluang karier di ranah hukum Islam seperti lembaga peradilan agama, lembaga zakat, pengelolaan wakaf, serta sebagai ahli dan konsultan hukum syariah di sektor perbankan dan keuangan Islam. Mereka juga dapat berperan di lembaga pemerintahan yang mengelola masalah hukum Islam dan di lembaga pendidikan agama.
Sebaliknya, lulusan Fakultas Hukum di perguruan tinggi umum lebih fleksibel dalam berkarier di berbagai bidang hukum nasional dan internasional tanpa keterikatan pada hukum Islam, seperti hakim, jaksa, advokat, notaris, konsultan hukum, dan posisi manajerial di sektor publik dan swasta. Mereka lebih adaptif dalam sistem hukum nasional yang bersifat sekuler dan multikultural.
Perbedaan kurikulum yang menekankan hukum Islam di Fakultas Syariah membuka peluang karier yang lebih spesifik di bidang hukum Islam, sementara Fakultas Hukum umum memberikan fleksibilitas karier yang luas di ranah hukum nasional dan internasional. Pilihan karier sangat dipengaruhi oleh fokus keilmuan yang dipelajari selama masa studi.
Strategi kurikulum untuk meningkatkan employability lulusan pada UIN
Mellhat pandangan Margarito Kamis yang seolah olah mendikotomikan kajian hukum di UIN dan Perguruan Tinggi Umum, maka PTKIN perlu merumuskan strategi kurikulum untuk meningkatkan employability lulusannya.
Startegi itu meliputi beberapa aspek utama. Pertama, integrasi kurikulum tidak berbasis pada penguasaan teori tetapi juga memiliki pengalaman praktik dan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja terutama prifesi dibidang hukum . Model pembelajaran seperti Teaching Factory (Tefa) dan magang/praktik kerja lapangan menjadi kunci efektif untuk mempersiapkan lulusan agar siap bekerja secara langsung.
Kedua, pengembangan keterampilan employability skills seperti komunikasi, kerja tim, berpikir kritis, kreativitas, dan adaptasi sangat penting dalam kurikulum. Pendekatan pembelajaran berbasis proyek (Project-Based Learning) dan STEM dapat meningkatkan kemampuan ini, menjadikan lulusan lebih kompetitif dan siap menghadapi tantangan di dunia kerja.
Ketiga, kolaborasi yang erat antara perguruan tinggi dengan dunia usaha dan industri (DUDI) untuk menyelaraskan materi ajar, membuka peluang magang, dan membangun jejaring karier mahasiswa. Hal ini penting agar kurikulum selalu relevan dengan perkembangan pasar tenaga kerja dan teknologi terbaru.
Keempat, integrasi pembinaan karier dan bimbingan karir yang terstruktur dalam proses pendidikan dapat membantu mahasiswa memetakan jalur karier dan pengembangan diri secara sistematis.
Secara keseluruhan, strategi ini akan membantu lulusan tidak hanya memiliki pengetahuan akademik, tetapi juga keterampilan praktis, sikap profesional, dan jaringan yang mumpuni untuk meningkatkan peluang kerja dan keberhasilan karier bagi alumni fakuktas syariah dan hukum di UIN.
Dampak dikotomi pemikiran hukum terhadap sistem peradilan di Indonesia
Margarito kamis menyatakan bahwa penegakan hukum itu berkaitan dengan interpretasi hukum. Benar apa yang disamapaikan oleh Prof Margarito, maka sebeenarnya di Fakultas Syariah UIN diperkuat terhadap pemahaman argumenetasi hukum bagi mahasiswa sebahaimana yang diajarkan oleh para dosennya.
Interpretasi hukum sebagai proses menafsirkan makna hukum untuk diterapkan pada kasus konkret, terutama ketika teks hukum tidak jelas atau ambigu. Ini adalah metode penemuan hukum yang dilakukan untuk menjembatani ketidakjelasan, kekosongan, atau konflik dalam peraturan perundang-undangan, sehingga hukum dapat ditegakkan dengan adil.
Hal ini membutukan pemahaman mendalam dari hakim dalam menafsirkan hukum. Di Fakultas Syariah UIN, mahasiswa dilatih bagaimana memperkuat penafsiran dan argumentasi hukum mereka. Berbagai metode interpretasi hukum dianalisis dalam pembelajaran ilmu hukum. Sebagai suatu proses menafsirkan, maka metode interpretasi hukum hukum untuk diterapkan pada kasus konkret, terutama ketika teks hukum tidak jelas atau ambigu. Ini adalah metode penemuan hukum yang dilakukan untuk menjembatani ketidakjelasan, kekosongan, atau konflik dalam peraturan perundang-undangan, sehingga hukum dapat ditegakkan dengan adil.
Dikotomi pemikiran hukum, seperti antara judicial activism dan judicial restraint, berdampak signifikan terhadap sistem peradilan di Indonesia. Sistem hukum Indonesia yang bersifat hybrid—menggabungkan berbagai tradisi hukum—membuat hakim menghadapi dilema dalam menafsirkan dan menerapkan hukum.
Judicial activism mendorong hakim untuk melakukan interpretasi luas dan progresif, responsif terhadap perubahan sosial dan kebutuhan keadilan substantif, namun berisiko melampaui batas kewenangan yudisial, menimbulkan ketidakpastian hukum dan politisasi peradilan.
Sebaliknya, judicial restraint menekankan pembatasan diri hakim pada interpretasi ketat teks hukum untuk menjaga kepastian hukum dan legitimasi demokratis, namun dapat mengakibatkan ketidakadilan substantif dan melanggengkan ketidakadilan sistemik apabila hukum positif belum mampu mengakomodasi dinamika sosial.
Dikotomi ini menciptakan tantangan bagi sistem peradilan Indonesia dalam menyeimbangkan kepastian hukum dan keadilan substantif, sehingga sering memunculkan ketidakkonsistenan putusan dan persepsi ketidakadilan yang dapat melemahkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
Reformasi kelembagaan, penguatan kapasitas hakim, serta pengembangan yurisprudensi yang konsisten menjadi penting untuk mengelola dampak dikotomi ini dalam rangka mewujudkan sistem peradilan yang adil dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Secara keseluruhan, dikotomi pemikiran hukum membentuk karakter dinamis dan kompleks sistem peradilan di Indonesia, yang terus berupaya mencari keseimbangan antara prinsip rule of law dan keadilan substantif di tengah perkembangan sosial-politik yang terus berkembang .***




