Palu, 2/10 (UINDAK) – Guru Besar Fakultas Tarbiyah Ilmu Keguruan (FTIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Profesor Saepuddin Mashuri mengemukakan pendidikan multikulturalisme dan moderasi beragama menjadi fondasi kuat yang menopang suksesnya implementasinya Kurikulum Cinta Kementerian Agama.
“Multikulturalisme dan Moderasi Beragama sebagai prasyarat mutlak yang diperlukan untuk memastikan bahwa Kurikulum Cinta yang digagas Kemenag dapat mencapai tujuan, yaitu menciptakan siswa sebagai generasi emas Indonesia 20245, yang tidak hanya cerdas intelektual, tetapi juga memilki karakter cinta kasih, toleran dan siap hidup damai dalam masyarakat plural,” ucap Saepuddin Mashuri, di Kota Palu, Sulawesi Tengah, Kamis.
Profesor Saepuddin Mashuri yang juga sebagai Dekan FTIK UIN Datokarama telah menyampaikan konsepsi tersebut pada Seminar Internasional Tentang “Love-Based Curriculum And Holistic Education: Efforts to realize the Islamic Golden Generation 2045”. Dalam seminar tersebut, Profesor Saepuddin Mashuri mengurai tentang Kurikulum Cinta Perspektif Multikulturalisme dan Moderasi Beragama.
Dari tinjauan multikulturalisme, Kurikulum Cinta bertujuan untuk membekali siswa agar memiliki pemahaman pentingnya pengrhormatan dan pengakuan terhadap keragaman budaya, etnis, agama, daerah dan kondisi sosial yang ada di masyarakat.
Sementara dari perspektif moderasi beragama, Kurikulum Cinta berupaya menanamkan pemahaman bahwa agama adalah sumber cinta, kasih sayang dan perdamaian, bukan sumber konflik. Moderasi beragama adalah sikap beragama yang seimbang, tidak ekstrem, dan toleran, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan. Maka, dengan memadukan moderasi beragam ke dalam kurikulum cinta, siswa diajak untuk memahami esensi ajaran agama yang mengajarkan kasih sayang (rahmatan lil alamin) dan menghargai penganut agama lain.
Oleh karena itu, kurikulum cinta perspektif multikulturalisme dan moderasi beragama bukan sekadar konsep teoritis, melainkan sebuah kerangka pendidikan transformatif yang mengintegrasikan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan dan alam secara terpadu.
Kajian ini mengungkapkan tiga pilar Kurikulum Cinta. Pertama, sinta sebagai landasan etis untuk menumbuhkan empati dan kasih sayang terhadap komunitas yang berbeda. Ke dua, multikulturalisme sebagai pengakuan dan penghargaan terhadap keragaman budaya, etnis, dan sosial. Ke tiga, moderasi beragama sebagai sikap yang menjunjung tinggi toleransi, keseimbangan, dan perdamaian bagi semua manusia.
“Kurikulum Cinta sebagai pendekatan yang mengajarkan bahwa cinta adalah fondasi untuk membangun jembatan di tengah perbedaan. Dengan mengintegrasikan multikulturalisme dan moderasi beragama dalam Kurikulum Cinta dapat mengubah narasi kebencian menjadi narasi kebaikan, dan polarisasi menjadi harmoni, baik di tingkat sekolah maupun masyarakat luas,” ujar Profesor Saepuddin Mashuri.
Dengan mengadopsi prinsip-prinsip pedagogi kritis dan holistik, Kurikulum Cinta membekali siswa dengan pengetahuan, sekaligus membentuk karakter mereka menjadi individu yang utuh, inklusif, dan bertanggung jawab dalam kehidupan sosial masyarakat pluralistik,” demikian Profesor Saepuddin Mashuri.***
Sumber: Humas UIN Datokarama