Kemenag Perkenalkan Kurikulum Berbasis Cinta di Forum Internasional UNESCO

Jakarta (Kemenag) – Indonesia kembali mencuri perhatian dunia internasional. Melalui forum yang digelar UNESCO bersama KOICA dan APCEIU, Kementerian Agama RI memperkenalkan Love-Based Curriculum atau Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) sebagai strategi pendidikan damai yang kini mulai diterapkan di madrasah dan pesantren di seluruh tanah air.

Dalam pidato mewakili Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Sekretaris Ditjen Pendis, M. Arskal Salim GP, menegaskan bahwa pendidikan harus bergerak lebih jauh dari sekadar transfer ilmu. “Pendidikan bukan sekadar memindahkan pengetahuan, tapi transformasi hati. Kami menyebutnya Kurikulum Berbasis Cinta,” ujarnya di hadapan delegasi negara-negara Asia Pasifik.

KBC dirancang untuk menumbuhkan kecerdasan spiritual, emosional, sekaligus intelektual. Ada lima pilar utama dalam kurikulum ini: cinta Tuhan dan Rasul-Nya, cinta ilmu, cinta lingkungan, cinta diri dan manusia, serta cinta tanah air.

Melalui pendekatan ini, pesantren dan madrasah diarahkan agar tidak hanya mencetak lulusan berprestasi akademik, tetapi juga berkarakter penuh kasih, toleran, dan resilien terhadap intoleransi maupun ujaran kebencian.

Kemenag menggarisbawahi tiga pendekatan dalam praktik KBC: reinterpretasi teks agama dengan semangat kasih dan keadilan, penguatan akhlakul karimah sebagai inti pendidikan, serta penerapan pedagogi dialog yang membuka ruang debat sehat dan berpikir kritis.

“Kami ingin setiap lulusan pesantren bukan hanya membawa ijazah, tapi juga membawa hati yang tahan terhadap intoleransi dan pikiran yang mampu membangun jembatan, bukan tembok,” tegas Arskal.

Selain kurikulum, Indonesia juga menonjolkan peran Majelis agama-agama di tingkat lokal sebagai ujung tombak pencegahan konflik. Melalui dialog lintas agama, kerja bakti bersama, hingga perayaan hari besar keagamaan, Kemenag mendorong nilai toleransi agar hadir langsung dalam kehidupan masyarakat.

Tidak berhenti di sana, Kemenag juga menggandeng sejumlah kementerian lain: Kemendikbudristek untuk sinkronisasi pendidikan kewarganegaraan, KemenPPPA untuk pengarusutamaan kesetaraan gender, hingga Kemenpora untuk mengajak generasi muda melawan radikalisme digital melalui olahraga dan literasi media.

Dalam forum ini, Indonesia menegaskan komitmennya untuk menjadikan pendidikan sebagai “vaksin” bagi lahirnya intoleransi global. “Kelas-kelas hari ini adalah wajah masyarakat masa depan. Dengan menanamkan benih cinta, dialog, dan saling menghormati sejak dini, kita tengah membangun peradaban damai untuk generasi mendatang,” pungkas Arskal.

Sumber: Menag RI

Bagikan post ini