Jakarta (Kemenag) – Menteri Agama Nasaruddin Umar, menegaskan komitmen Kementerian Agama (Kemenag) untuk menjadikan ekoteologi sebagai gerakan nasional yang mampu menyadarkan masyarakat terhadap pentingnya merawat lingkungan, dalam wawancaranya bersama Republika di Kantor Kementerian Agama, Jakarta.
Menag mengungkapkan bahwa konsep ekoteologi yang mengintegrasikan nilai-nilai agama dengan kepedulian ekologi, kini semakin relevan dan mendapat apresiasi internasional.
“Ketika awal diluncurkan setahun lalu, ekoteologi sempat dicibir banyak pihak. Tapi sekarang orang baru sadar bahwa ini relevan dengan kondisi dunia. Momentum ini bertepatan dengan krisis lingkungan yang saat ini di alami dunia. Membuat pendekatan agama sangat dibutuhkan,” ujar Menag, (Kamis, 11/12/2025).
Menurutnya, dunia internasional menunjukkan respons positif karena gerakan ekoteologi dinilai berakar pada nilai-nilai spiritual yang mampu mendorong perubahan perilaku, bukan sekadar kampanye teknis. Kemenag, kini memperkuat sosialisasi dan edukasi publik agar ekoteologi berkembang menjadi gerakan masyarakat yang berkelanjutan.
Agama sebagai Penyelamat Lingkungan
Menag menegaskan bahwa bahasa agama merupakan pendekatan paling efektif untuk meningkatkan kesadaran ekoteologi. “Bahasa agama itu menyentuh hati. Ketika masyarakat memahami bahwa merusak lingkungan adalah dosa dan menjaga alam berpahala, tingkat kesadaran mereka jauh lebih terpelihara,” ujarnya.
Menag menggambarkan agama sebagai energi besar yang harus diarahkan untuk menciptakan harmoni antara manusia dan alam. Menurutnya, agama bukan sumber ketakutan, tetapi perekat, penenang, penyemangat, sekaligus motivator untuk melakukan perbaikan lingkungan.
Gerakan Tanam Satu Juta Pohon
Sebagai program konkret, Kemenag tengah menjalankan program penanaman satu juta pohon matoa di seluruh Indonesia. Matoa dipilih karena mudah dirawat, bermanfaat secara ekologis, dan punya nilai kultural yang kuat.
“Pohon matoa itu kebanggaan Papua. Dengan menggerakkan penanaman matoa di seluruh Indonesia, kita bukan hanya merawat alam, tapi juga menumbuhkan rasa bangga terhadap kekayaan Nusantara,” jelasnya.
Menag menambahkan bahwa kombinasi antara nilai agama, simbol budaya, dan aksi lingkungan akan memperkuat kesadaran masyarakat bahwa menjaga bumi adalah bagian dari spiritualitas dan identitas bangsa.
Menag juga mengungkapkan bahwa cita-cita besar Kemenag adalah menjadikan ekoteologi sebagai gerakan nasional yang tumbuh dari kesadaran kolektif.
“Jika kita bisa mengubah mindset masyarakat dengan pendekatan yang tepat, maka merawat lingkungan akan menjadi gerakan bersama. Ekoteologi adalah jalan untuk membangun kesadaran bahwa menjaga bumi adalah ibadah,” pungkasnya.
Sumber: Menag RI




