Palu, 27/9 (UINDAK) – Fakultas Tarbiyah Ilmu Keguruan (FTIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama dan UIN Alauddin Makassar secara bersama membahas implementasi kurikulum cinta.
Pembahasan implementasi kurikulum cinta dibahas dalam Seminar Tentang Kurikulum Cinta, dilaksanakan di Kota Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu. Seminar tersebut diikuti oleh akademisi, guru madrasyah, serta tenaga kependidikan Kementerian Agama.
Rektor UIN Datokarama Profesor Lukman Thahir, di Kota Palu, Sabtu, mengemukakan pendidikan bukan sekadar transfer pengetahuan teknis atau penguasaan keterampilan kognitif, melainkan sebuah proses kemanusiaan yang sarat dengan relasi, empati, dan penghormatan terhadap martabat peserta didik.
Kata Profesor Lukman, pendidikan tanpa cinta akan kehilangan ruhnya, melahirkan mekanisme kering yang menindas dan menjauhkan siswa dari kesadaran kritisnya. Sebaliknya, pendidikan yang dilandasi cinta mendorong lahirnya ruang dialogis, di mana murid tidak hanya dipandang sebagai objek, melainkan sebagai subjek yang merdeka.
“Dengan cinta, pendidikan mampu membangkitkan harapan, solidaritas, dan transformasi sosial,” ungkap Profesor Lukman Thahir.
Dalam konteks pedagogik cinta, cinta ditempatkan sebagai basis kurikulum kehidupan sosial dan kebangsaan. Dengan pendekatan pedagogik cinta, proses belajar harus berlandaskan dialog, bukan ceramah satu arah. Dialog memungkinkan pertukaran pengalaman, pengetahuan, dan makna yang memperkuat kesadaran kritis.
Serta pedagogik cinta menuntut guru untuk berpihak pada murid-murid yang rentan, baik karena faktor ekonomi, gender, maupun etnisitas. Guru menjadi pendamping yang menguatkan suara mereka.
Pada lingkup UIN Datokarama, kurikulum cinta tidak lahir dari ruang hampa, melainkan berakar pada kerangka filosofis yang dalam dan khas, yang memaknai cinta bukan sekadar hubungan interpersonal atau emosi sentimental, melainkan sebagai energi dasar kehidupan.
Sementara itu, Dekan FTIK UIN Datokarama Profesor Saepudin Mashuri mengemukakan cinta dalam pendidikan Islam menumbuhkan generasi yang berkarakter dan berempati. Peran cinta dalam pendidikan Islam menurut tokoh Muslim abad pertengahan seperti Al-Ghazali dan Ibnu Qayyim al-Jauziyah jauh melampaui perasaan emosional secara psikologis. Cinta adalah prinsip fundamental yang menghadirkan proses pembelajaran yang mampu membersihkan jiwa dan mendorong peserta didik untuk berinteraksi secara positif dengan orang lain dan masyarakat secara beradab.
Penerapan cinta dalam pendidikan Islam berdampak positif pada pembentukan peserta didik yang berkarakter dan berempati, sebab energi cinta berperan sebagai, metode dan pendekatan pembelajaran yang humanis dalam mendidik, pembentukan karakter (Character Building), sebab cinta mengajarkan nilai-nilai luhur seperti kejujuran, saling menghormati, dan tanggung jawab.
Berikutnya, pengembangan rasa empati karena cinta mendorong peserta didik untuk memahami dan merasakan perasaan orang lain, serta menguatkan solidaritas dan persatuan, sebab pendidikan Islam menumbuhkan rasa persaudaraan (ukhuwah) yang kuat, baik sesama Muslim maupun sesama manusia.
Profesor Saepuddin mengemukakan membangun karakter dan empati berbasis cinta pada peserta didik berfokus pada integrasi nilai-nilai Islam ke dalam seluruh aspek kependidikan, tidak hanya dalam materi pelajaran agama. Pendekatan ini melihat cinta sebagai fondasi utama dalam setiap interaksi dan proses pembelajaran.
Beberapa strategi pokok yang harus dilakukan yaitu, pendekatan tarbiyah ruhiyah (pendidikan spiritual), model keteladanan pendidik, penggunaan kisah-kisah inspiratif dari al-qur’an dan hadis, integrasi kurikulum value-based education, kegiatan pembelajaran kooperatif dan proyek sosial.***
Sumber: Humas UIN Datokarama