Guru Besar: UU TPKS bentuk keseriusan pemerintah lindungi perempuan

Guru Besar sekaligus Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, Sulawesi Tengah, Prof Sagaf S Pettalongi mengemukakan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang telaj disahkan oleh DPR bersama pemerintah, merupakan satu bentuk komitmen melindungi perempuan dari kejahatan dan kekerasan seksual.

“Ditetapkannya RUU TPKS menjadi undang-undang merupakan satu iktiar pemerintah dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak berbasis responsif gender,” kata Sagaf S Pettalongi, dihubungi dari Palu, Kamis (14/4/2022).

Sagaf yang juga Waketum MUI Sulteng menegaskan, UU TPKS menjadi wujud hadirnya negara dalam memberikan perlindungan, pengayoman, menegakkan hukum dan pendampingan terhadap korban kekerasan.

Di satu sisi, kata dia, UU TPKS ini sangat penting untuk menekan terjadinya kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan kaum rentan di berbagai daerah di Indonesia termasuk di Sulteng.

Melalui sistem informasi daring perlindungan perempuan dan anak (Simfoni-PPA), Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Provinsi Sulteng juga menyebut pada periode Januari – November 2021 telah terjadi 477 kasus kekerasan, terdiri atas 105 kasus laki-laki sebagai korban, dan 437 kasus perempuan sebagai korban.

Menurut DP3A Sulteng dari jumlah kasus tersebut, berdasarkan tempat kejadian, perempuan lebih sering mengalami kekerasan di dalam rumah tangga atau KDRT.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyatakan dua dari tiga anak Indonesia berusia 13 – 17 tahun pernah mengalami kekerasan baik secara fisik, emosional maupun kekerasan seksual.

Sagaf menilai, pelaku kejahatan seksual sudah seharusnya mendapat hukuman berat, karena aksi bejatnya merugikan dan menghilangkan masa depan korban.

Karena itu, sebut dia, UU TPKS menjadi landasan dan acuan memberikan efek jerah kepada pelaku kejahatan dan kekerasan seksual.

“Kejahatan seksual adalah kejahatan kemanusiaan yang menciderai nilai-nilai kemanusiaa, budaya, sosial dan agama. Sehingga perilaku itu tidak dapat dimaklumi, apalagi dikompromikan, sangat tidak bisa,” ungkap Sagaf.

Sagaf berharap aturan turunan dari UU TPKS nantinya benar-benar memberikan perlindungan kepada kelompok rentan, sesuai dengan harapan masyarakat.

sumber : humas UIN Datokarama Palu