AICIS+ 2025 Tampil Beda, Siswa Madrasah Unjuk Karya Riset Sains Islami di Forum Internasional

Depok (Kemenag) – Tahun ini, Annual International Conference on Islam, Science, and Society (AICIS+) 2025 tampil berbeda. Di tengah deretan akademisi dari 31 negara, muncul para wajah muda dari madrasah unggulan di Indonesia yang turut memamerkan karya riset mereka.
Mereka hadir bukan sekadar peserta pendamping, tetapi sebagai peneliti muda yang membawa semangat sains Islami ke panggung dunia.

Untuk pertama kalinya, AICIS+ menghadirkan ekspo riset madrasah unggulan di sela-sela konferensi internasional bergengsi tersebut. Langkah ini menandai babak baru pendidikan Islam Indonesia — di mana madrasah tak lagi hanya dikenal sebagai tempat menimba ilmu agama, tetapi juga pusat tumbuhnya inovasi dan riset ilmiah berlandaskan nilai-nilai spiritual.

Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI, Kamaruddin Amin, menilai partisipasi madrasah di forum akademik global ini sebagai wujud nyata integrasi ilmu dan iman.

“Integrasi keilmuan harus dimulai sejak dini. Sains dan nilai-nilai keislaman tak boleh berjalan sendiri-sendiri,” ujarnya.

Sebanyak dua belas madrasah dan Islamic Center dari berbagai daerah di Indonesia ikut serta dalam gelaran AICIS+ 2025. Mereka antara lain berasal dari Sumatera Selatan, Serpong, Pekalongan, Malang, Ciamis, dan sejumlah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di Jakarta dan sekitarnya.

Selain menampilkan hasil riset, para siswa madrasah juga mempersembahkan penampilan seni vokal, tari, dan musik yang menonjolkan kekayaan budaya Islam Indonesia.
Hadir pula perwakilan siswa dalam talk show edukatif, berbagi pengalaman tentang bagaimana riset ilmiah dapat berpadu dengan nilai keislaman dan etika spiritual.

Kehadiran mereka menambah dinamika tersendiri di tengah atmosfer akademik internasional, menunjukkan bahwa dunia madrasah kini tak hanya memelihara tradisi, tetapi juga menatap masa depan.

Karya riset yang dibawa para siswa madrasah beragam — mulai dari inovasi teknologi ramah lingkungan, pengembangan alat belajar berbasis Al-Qur’an, hingga proyek sosial berbasis sains terapan. Semua karya itu berpijak pada gagasan besar: sains dapat menjadi bentuk pengabdian dan ibadah.

Salah satu perwakilan siswa madrasah menyebut, riset yang mereka lakukan tidak hanya mengejar aspek ilmiah, tetapi juga menghidupkan nilai tanggung jawab terhadap alam dan sesama manusia.

“Kami ingin menunjukkan bahwa belajar sains juga bisa menjadi jalan untuk berbuat baik dan beribadah,” ungkapnya.

Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Prof. Amien Suyitno, menegaskan bahwa keikutsertaan siswa madrasah dalam AICIS+ merupakan bagian dari visi besar Kementerian Agama untuk melahirkan generasi Muslim saintifik.

“Kita ingin madrasah menjadi tempat lahirnya generasi yang saleh sekaligus ilmiah. Mereka tidak hanya menguasai pengetahuan agama, tapi juga mampu berinovasi untuk kemanusiaan,” tegasnya.

Melalui kegiatan seperti AICIS+, madrasah kini dilihat sebagai poros baru pendidikan Islam modern — lembaga yang menanamkan nilai spiritual sekaligus memupuk daya pikir ilmiah sejak usia muda.

Partisipasi madrasah dalam AICIS+ 2025 menjadi bukti nyata bahwa riset keislaman tidak lagi eksklusif di kampus besar, melainkan tumbuh di ruang-ruang kelas madrasah yang penuh semangat dan rasa ingin tahu.

Sumber: Menag RI

Bagikan post ini