Jakarta (Kemenag) – Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar yang juga Ketua IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia) menghadiri Rapat Perdana Pengurus Harian Badan Pengurus Harian (BPH) Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) pada Senin, (15/12/2025).
Pertemuan yang digelar di Masjid Istiqlal, Jakarta, ini menjadi momentum penting bagi IAEI untuk mematangkan agenda strategisnya dalam pengembangan ekonomi syariah/ ekonomi Islam di Tanah Air. Menag Nasaruddin menegaskan bahwa kehadiran IAEI sangat dinantikan oleh civitas academica di berbagai kampus di Indonesia. Menurutnya, saat ini terjadi kekurangan signifikan pada tenaga pengajar atau dosen yang menguasai bidang ekonomi syariah modern atau ekonomi Islam.
“Kampus-kampus kita, terutama kampus-kampus Islam, memiliki kurikulum yang bagus. Namun, permasalahan utama yang dihadapi adalah kurangnya pengajar yang sesuai atau selinier dengan kurikulum tersebut,” ujar Menag.
Menag berharap IAEI dapat melakukan intervensi yang memberikan pencerahan dan solusi konkret bagi lembaga pendidikan tinggi, khususnya dalam penyediaan sumber daya manusia yang mumpuni di bidang ekonomi Islam.
Integrasi Ilmu dan Tokoh Agama
Menag Nasaruddin juga menyampaikan pandangan yang progresif mengenai pentingnya integrasi antara ilmu ekonomi syariah dengan tokoh agama di lingkungan kampus. Ia menyarankan agar para kiai atau ulama tidak hanya berada di Fakultas Syariah, melainkan juga harus hadir di Fakultas Ekonomi dan tidak hanya di kampus tertentu.
“Kehadiran kiai di fakultas ekonomi akan memperkaya perspektif dan memastikan bahwa kajian ekonomi Islam tidak hanya berorientasi teoritis, tetapi juga memiliki landasan yang kuat dan praktis,” tambahnya, menekankan perlunya jembatan antara keilmuan agama dan ilmu ekonomi modern.
Sebagai bentuk syiar kepada masyarakat, Menag menyarankan agar IAEI membuat program yang bersifat publik dan menarik, seperti gerak jalan atau kegiatan masif lainnya. Acara ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang eksistensi dan peran ekonomi Islam.
Bersamaan dengan upaya syiar tersebut, Menag menekankan perlunya penyusunan kurikulum ekonomi Islam yang konkrit dan terstruktur. Kurikulum ini harus jelas mengenai batang tubuh keilmuannya, tingkat keterlibatan fikih muamalah, serta unsur keindonesiaan yang membedakannya dengan ekonomi Islam di negara lain.
“IAEI harus menjadi lembaga yang konkrit, memiliki kepentingan teoritis dalam memberikan pemahaman akademik perekonomian Islam, sekaligus memiliki kepentingan praktis bagi umat,” tegasnya.

Menyusun Ensiklopedia dan Membentuk Konsep OJK Syariah
Menag juga mencanangkan dua masukan strategis lainnya lainnya. Pertama, perlunya pembuatan Ensiklopedia Ekonomi Islam berbahasa Indonesia yang hingga kini belum pernah ada. Ensiklopedia ini akan menjadi rujukan utama bagi akademisi, praktisi, dan masyarakat umum jika ingin mempelajari ekonomi syariah.
Kedua, Menag menyarankan perlunya membentuk konsep serupa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Syariah. Lembaga pengawasan ini diharapkan beroperasi secara ketat sesuai prinsip syariah, seperti larangan riba, penegakan keadilan, penerapan bagi hasil, dan akad syariah.
“Tujuannya adalah untuk menciptakan sistem keuangan yang adil, transparan, serta berkah, sekaligus menjamin stabilitas dan perlindungan konsumen di sektor keuangan syariah,” jelasnya.
Melihat jauh ke depan, Menag mengungkapkan agar seluruh lembaga keumatan di Indonesia berada di bawah satu payung otoritas negara yang berfungsi sebagai pengawas atau penanggung jawab tunggal.
“Ini adalah mimpi besar kita. Dengan satu otoritas, pengawasan dan pemanfaatan pundi-pundi umat, mulai dari zakat, wakaf, hingga dana sosial lainnya, dapat dilakukan secara lebih terintegrasi, profesional, dan maksimal untuk kepentingan umat,” papar Menag.
Menag Nasaruddin juga menekankan pentingnya IAEI memiliki lembaga kajian khusus lintas kepengurusan agar hasil penelitiannya dapat terus berkelanjutan dan dimanfaatkan secara nyata untuk kepentingan umat. Selain itu, IAEI juga perlu membentuk lembaga survei isu yang bertugas menganalisis berbagai isu terkini dari sudut pandang ekonomi Islam. Hal ini akan memastikan IAEI tetap relevan dalam memberikan masukan dan solusi.
Menag berharap IAEI tidak hanya menjadi lembaga profesional, tetapi juga dapat bertransformasi menjadi lembaga profit yang mampu mengelola pundi-pundi umat, seperti melalui lembaga zakat dan wakaf (fun), dan memanfaatkannya kembali untuk kepentingan umat secara luas. Terakhir, Menag menggarisbawahi pentingnya Forum Sinergi antara akademisi IAEI dengan pihak industri.
Sumber: Menag RI




