Kemenag dan BRIN Bahas Desain Asesmen Literasi Beragama Siswa di Sekolah

Jakarta (Kemenag) – Direktorat Pendidikan Agama Islam (PAI) Ditjen Pendidikan Islam Kemenag terus mematangkan Desain Asesmen Literasi Beragama Guru PAI dan Siswa di sekolah. Untuk program tersebut, Direktorat PAI menggandeng BRIN dan Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan SDM.

Dirjen Pendidikan Islam Amien Suyitno menyatakan bahwa literasi dasar beragama sangat penting. Sebelumnya, ia berkomitmen meningkatkan literasi Al-Qur’an di Indonesia saat meluncurkan Gerakan Nasional Literasi Qur’an (GNLQ) bertajuk “Tahun Membaca Al-Qur’an” beberapa waktu lalu.

Direktur PAI Ditjen Pendis M Munir menegaskan bahwa pelaksanaan asesmen ini tidak hanya untuk mengukur tingkat literasi beragama di kalangan Guru PAI dan Siswa. Akan tetapi, langkah ini diharapkan pula dapat menghasilkan peta kualitas layanan Pendidikan Agama Islam secara nasional.

Munir menekankan penguatan dari aspek akademik agar hasil asesmen benar-benar dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. “Saya ingin kegiatan ini dapat menghasilkan produk akademik yang andal. Tidak boleh ada cacat ilmiah sedikit pun,” ujarnya saat memberi arahan pada giat yang digelar di Jakarta, Kamis (23/10/2025).

Menurut Munir, atas dasar pertimbangan kebutuhan legitimasi akademik inilah dilibatkan BRIN dan Pustrajak Penda. Ia juga meminta agar BRIN dan Pustrajak Penda secara intens dapat mengawal pelaksanaan asesmen sehingga dapat berjalan sesuai koridor ilmiah.

Selanjutnya, Munir juga menekankan pentingnya ketepatan metodologi dalam pelaksanaan asesmen. Ia tidak ingin desain teknis yang sudah dirumuskan secara ilmiah berpindah arah ketika diterjemahkan ke kegiatan di lapangan.

“Metodologi ini harus ilmiah dan konsisten. Jangan sampai kajian akademiknya baik, tetapi pelaksanaannya tidak sama dengan desain. Instrumen ke guru dan siswa harus tepat sasaran,” tuturnya.

Doktor jebolan UIN Jakarta ini juga meminta agar disusun timeline secara rinci, termasuk pembagian kerja tim surveyor, pendamping di lapangan, hingga manajemen data pasca-pelaksanaan.

Munir memaparkan bahwa rancangan asesmen akan mengukur kemampuan dan kompetensi siswa PAI di seluruh jenjang pendidikan pada sekolah umum. Data yang dihasilkan akan diintegrasikan ke dalam Sistem Informasi Administrasi Guru Agama (SIAGA) sebagai basis peningkatan kebijakan.

“Ada 41.8 juta siswa muslim yang menjadi sasaran. Karena skalanya nasional, maka timeline, instrumen, dan proses monitoring harus tertata,” tambahnya.

Ia juga menyinggung perlunya sosialisasi yang lebih massif dan terukur kepada guru PAI agar tidak ada lagi kejadian peserta yang tidak memahami maksud dan tujuan asesmen ini.

Fleksibel dan Bertahap

Mengenai teknis ujian, Munir membuka kemungkinan penggunaan skema gelombang agar asesmen berjalan lebih efisien—mirip pelaksanaan ujian berbasis elektronik pada lembaga penilaian lain—dengan durasi yang proporsional.

“Durasi waktu jangan terlalu lama. Kalau perlu dibuat berjilid, seperti 08.00–12.00 lalu 13.00–16.00. Terpenting tepat sasaran dan beban asesmen terukur,” jelasnya.

Direktorat PAI menargetkan finalisasi rancangan desain dan timeline pelaksanaan dalam dua pekan ke depan sebelum masuk tahap persiapan teknis di daerah. Dengan pengendalian anggaran yang tertata dan metodologi asesmen yang presisi, pelaksanaan asesmen nasional PAI diharapkan mampu menghasilkan potret kualitas pembelajaran PAI berbasis data faktual dan terukur.

Peneliti BRIN Muhammad Murtadlo memaparkan bahwa kegiatan hari ini sedang menggagas pengukuran literasi dasar beragama bagi siswa sebagai instrumen pengukuran yang akan diberlakukan secara nasional terkait kompetensi dan pengamalan keagamaan di sekolah.

“Hal ini didasari beberapa permasalahan serius yang ditemukan dalam evaluasi di lapangan. Pertama, masih rendahnya kemampuan dasar siswa membaca Al-Quran,” ujarnya.

Kedua, belum adanya instrumen yang mengukur praktik ibadah keagamaan maupun ibadah sosial (seperti gotong-royong, kepedulian sosial, zakat, dan pelayanan masyarakat). Ketiga, kurangnya penguatan karakter religiusitas siswa, terutama dalam merespons isu-isu sosial, lingkungan, budaya, dan kebangsaan.

“Hal ini penting untuk dilaksanakan mengingat aspek-aspek literasi dasar beragama selama ini belum pernah terukur secara nasional, karena fokus asesmen hanya pada literasi dan numerasi,” tandasnya.

Survei ini akan mengambil sampel sebanyak 13.600 siswa. Dengan rincian setiap provinsi diambil secara random 4 kabupaten/kota. Setiap kab/kota diambil 5 sekolah. Masing-masing sekolah diambil 20 siswa-siswi. Total 400 siswa kali 34 provinsi.

Selain Murtadlo, hadir dalam kegiatan ini dua peneliti BRIN dan dua analis kebijakan Pustrajak Penda serta para pegawai di lingkungan Direktorat PAI Ditjen Kemenag. Kegiatan dijadwalkan tiga hari, Rabu-Jumat, 22-24 Oktober 2025.

Sumber: Menag RI

Bagikan post ini