Penulis: Dr Andi Markama M.Th.I
Ketika pengetahuan dan pemahaman tidak sejalan, yang lahir adalah keputusan-keputusan yang terlihat cerdas namun kosong. Solusi semu mungkin menyenangkan secara instan, tetapi tidak menyelamatkan dalam jangka panjang.
Di era informasi saat ini, kita hidup dalam limpahan data dan pengetahuan. Apa pun yang ingin kita ketahui, tinggal mencarinya di internet. Namun, muncul satu pertanyaan penting: apakah semua yang kita ketahui berarti kita pahami? tidak selamanya!
Semakin banyak literasi semakin banyak yang diketahui tetapi belum tentu dipahami. Artinya, pengetahuan dan pemahaman adalah dua hal yang berbeda. Pemahaman adalah bagaimana kita mengaitkan, mencerna, dan menerapkan pengetahuan itu secara tepat dalam konteks yang benar. Ketika pengetahuan dan pemahaman tidak berjalan beriringan, maka yang sering terjadi adalah solusi semu—sebuah respons yang terlihat canggih di permukaan, tapi tidak menyelesaikan inti permasalahan.
Solusi Semu di Berbagai Bidang
Contoh paling nyata bisa kita lihat di dunia pendidikan. Banyak siswa yang bisa menjawab soal ujian dengan benar karena hafalan, tetapi ketika diminta menjelaskan konsep yang sama dalam situasi nyata, mereka kebingungan. Di sini, pengetahuan ada, tetapi pemahaman belum tumbuh. Maka, jika sistem pendidikan hanya mengukur pengetahuan tanpa mengembangkan pemahaman, ia akan terus menghasilkan solusi semu: lulusan yang pintar secara teoritis, tapi tidak adaptif dalam dunia nyata.
Di bidang politik, banyak kebijakan dibuat berdasarkan data statistik dan laporan pakar. Tapi ketika kebijakan itu tidak mempertimbangkan kondisi sosial dan kultural masyarakat, hasilnya justru menimbulkan masalah baru. Kebijakan itu mungkin lahir dari pengetahuan, tetapi tidak dari pemahaman yang mendalam terhadap rakyat.
Akibatnya, solusi yang ditawarkan lebih banyak menutup-nutupi gejala ketimbang menyelesaikan akar masalahnya. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari, kita sering memberi nasihat berdasarkan pengetahuan umum tanpa benar-benar memahami situasi orang lain.
Misalnya, mengatakan “sabar saja, semua akan indah pada waktunya” kepada orang yang sedang depresi berat. Nasihat itu memang berisi pengetahuan populer, tapi tanpa pemahaman atas kondisi emosional lawan bicara, itu bisa terasa hampa atau bahkan menyakitkan.
Mengapa Pemahaman Lebih Sulit Dicapai ?
Pemahaman butuh waktu, empati, dan refleksi. Berbeda dengan pengetahuan yang bisa kita peroleh dengan cepat melalui membaca atau menonton, pemahaman menuntut kita untuk mengalami, merenungi, dan sering kali, meragukan apa yang kita pikir sudah kita tahu.
Maka, tidak heran jika dalam masyarakat yang serba cepat dan instan, pemahaman menjadi barang langka. Padahal, solusi yang lahir tanpa pemahaman ibarat menambal genteng bocor dengan kertas: cepat rusak, dan memperparah keadaan.
Menghindari Solusi Semu
Lalu bagaimana caranya agar kita tidak terjebak dalam solusi semu?
1. Perdalam konteks sebelum menyimpulkan. Jangan hanya tahu apa masalahnya, tapi pahami juga mengapa dan bagaimana masalah itu bisa terjadi.
2. Berlatih empati. Pemahaman tumbuh saat kita mampu menempatkan diri di posisi orang lain, bukan hanya melihat dari sudut pandang kita sendiri.
3. Belajar mendengar, bukan hanya ingin cepat menjawab. Banyak dari kita sibuk ingin terlihat tahu, padahal yang dibutuhkan adalah mendengar lebih dalam.
4. Uji solusi dengan realitas. Solusi yang baik bukan hanya terdengar masuk akal, tapi juga bisa diterapkan dan memberi dampak nyata.
5. Akui keterbatasan pengetahuan. Tidak semua hal bisa dijawab dengan pengetahuan umum; kadang kita perlu belajar lebih dalam atau berdialog dengan yang lebih memahami.
Penutup
Ketika pengetahuan dan pemahaman tidak sejalan, yang lahir adalah keputusan-keputusan yang terlihat cerdas namun kosong. Solusi semu mungkin menyenangkan secara instan, tetapi tidak menyelamatkan dalam jangka panjang.
Kita tidak kekurangan orang pintar; yang kita butuhkan adalah lebih banyak orang yang mau memahami. Dan barangkali, solusi terbaik memang bukan yang paling cepat, tapi yang paling dalam.***
Tentang Penulis:
Dr Andi Markama M.Th.I merupakan dosen aktif (tetap) UIN Datokarama Palu.




