Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, Sulawesi Tengah, Prof Dr H sagaf S Pettalongi MPd mengemukakan konsep moderasi beragama perlu diterapkan dari rumah tangga, sebagai bentuk pencegahan keluarga dari faham intoleransi, radikalisme dan terorisme.
“Rumah tangga dan keluarga menjadi satu komponen sosial yang perlu dikuatkan untuk optimalisasi peningkatan kualitas perdamaian dengan pendekatan moderasi beragama,” ucap Prof Sagaf Pettalongi, di Sigi, Sabtu.
Pernyataan itu disampaikan oleh Prof Sagaf saat dirinya dihadirkan oleh LP2M UIN Datokarama untuk menjadi narasumber utama dalam kegiatan peningkatan kapasitas perempuan sebagai agen perdamaian bertajuk “peran perempuan sebagai penguat moderasi beragama dan kebangsaan”.
Rumah tangga dan keluarga menjadi satu komponen yang rentan terpapar faham intoleransi, radikalisme dan terorisme. Olehnya, pendekatan moderasi beragama dalam pembinaan rumah tangga dan keluarga menjadi hal penting.
Rektor UIN Datokarama Palu itu menjelaskan moderasi beragama dapat dikatakan sebagai cara beragama yang moderat, untuk menghindari keekstreman dalam praktik beragama.
Moderasi beragama menjadi pendekatan untuk peningkatan wawasan umat beragama yang diharapkan berdampak pada pemikiran dan sikap serta upaya menjadikan agama sebagai dasar dan prinsip untuk selalu menghindarkan perilaku kekerasan, mencari jalan tengah yang menyatukan dan membersamakan semua elemen dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa Indonesia.
Prof Sagaf menguraikan terdapat empat ciri yaitu memiliki komitmen kebangsaan yang kuat, yang ditandai dengan menjunjung tinggi nilai-niai Pancasila dan UUD 1945.
Kemudian, menolak atau anti-kekerasan baik dalam bentuk fisik atau non-fisik. Berikutnya, bersikap toleran yaitu menghormati perbedaan yang ada dan memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada penganut agama lain untuk menjalankan perintah agamanya.
Selanjutnya, menerima dan menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi dan budaya yang dianut oleh masyarakat.
“Maka penguatan rumah tangga dan keluarga harus berorientasi pada pembangunan empat ciri tersebut,” ujarnya.
Dengan terbangunnya rumah tangga dan keluarga yang moderat, maka, kata Prof Sagaf, intoleransi, radikalisme dan terorisme dapat dibendung secara optimal.
“Karena rumah tangga dan keluarga, orang tua, memiliki peran yang sangat strategis dalam membina generasi muda,”sebutnya.
Orang tua dengan pemahaman moderasi beragama yang kuat, ujar Prof Sagaf, akan melindungi anak-anaknya agar tidak terkontaminasi dan mengakses informasi-infromasi yang bernuansa intoleransi, radikalisme dan terorisme.
“Komponen keluarga yang paling dekat dengan anak adalah ibu. Maka di sinilah letak peran strategis perempuan pada rumah tangga, dalam menjadi agen perdamaian dengan mengontrol anak-anaknya agar tidak terkontaminasi faham radikalisme,” kata Prof Sagaf.
Sumber : humas UIN Datokarama Palu