Profesor Hamlan, penambah daya saing UIN Datokarama

Palu, 12/6 (UIN-DK) – Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama yang terletak di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah, ketambahan satu guru besar.

Doktor Hamlan sebagai salah satu akademisi UIN Datokarama ditetapkan oleh Menteri Agama sebagai Guru Besar atau Profesor pada awal tahun 2024.

Penambahan guru besar bagi perguruan tinggi keagamaan Islam negeri tersebut, menjadi satu semangat baru dalam mengembangkan UIN Datokarama baik secara kelembagaan maupun mutu akademik.

Rektor UIN Datokarama Profesor Lukman S Thahir menyatakan bahwa penetapan Doktor Hamlan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Pendidikan Agama Islam adalah satu mimpi besar UIN Datokarama.

Tentu, dengan kehadiran Profesor Hamlan menjadi penambah daya saing UIN Datokarama secara kualitas dan kuantitas guru besar, dengan perguruan tinggi lainnya di Indonesia.

Bagaimana tidak, perguruan tinggi ini telah memiliki sembilan guru besar pada tahun 2023. Dengan ketambahan Doktor Hamlan menjadi guru besar, maka jumlah guru besar UIN Datokarama di awal tahun 2024 berjumlah 10 orang.

Namun, tiga dari 10 guru besar itu sedang mengabdi di perguruan tinggi lainnya di Indonesia. Tiga guru besar itu adalah Prof Sahabuddin yang saat ini menjabat sebagai Rektor IAIN Bone (Sulawesi Selatan), Prof Rusli saat ini mengabdi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Prof Asy’ari mengabdi di IAIN Madura.

“Mimpi ini yang kita rencanakan di UIN Datokarama, dan alhamdulillah di awal tahun ini Pak Hamlan berhasil menjadi guru besar,” kata Profesor Lukman Thahir.

Keberhasilan Hamlan menjadi Guru Besar, hal ini harus menjadi penyemangat bagi lembaga untuk terus berbenah dalam pengembangan kelembagaan, sekaligus penyemangat bagi para doktor di lingkungan UIN Datokarama untuk terus berusaha agar menjadi guru besar.

“Ini akan menjadi pemantik bagi dosen – dosen yang lain, karena kita targetkan selama empat ke depan harus ada lima sampai tujuh dosen menjadi guru besar,” sebutnya.

UIN Datokarama secara kelembagaan menggelar pengukuhan terhadap hamlan atas keberhasilannya meraih Guru Besar Bidang Pendidikan Agama Islam.

Dalam pengukuhan itu, Profesor Hamlan dengan penuh semangat, ia menyampaikan pidato tentang “kebijakan politik pendidikan Islam dalam konfigurasi politik pendidikan nasional”.

Pidato ini direspons oleh Pakar Hukum Tata Negara UIN Datokarama Doktor Sahran Raden. Bagi Sahran Raden, Profesor Hamlan sebagai Guru Besar bidang ilmu pendidikan Agama Islam telah memberikan teori keilmuan dalam politik pendidikan Islam di Indonesia.

“Profesor Hamlan, telah berani dengan keilmuannya untuk merekonstruksi kebijakan politik pendidikan nasional di Indonesia, dengan menempatkan posisi pendidikan Islam sebagai titik sentral dalam mengkontribusikannya ke dalam basis moral pendidikan di Indonesia,” kata Sahran Raden.

Sahran memberikan catatan dalam presfektif kebijakan politik hukum, dalam pembentukan produk hukum berupa UU Sisdiknas.

Dalam kebijakan politik pendidikan nasional setidaknya terdapat empat isu sentral dalam reformasi pendidikan yang meliputi :

1. Pendidikan agama selaku basis pendidikan nasional

2. Pemeratan kesempatan mengakses pendidikan

3. Peningkatan mutu serta relevansi pendidikan

4. Efisiensi dalam manajemen pendidikan.

Empat isu ini selajutnya menjadi politik konfigurasi dalam kebijakan politik hukum di Indonesia.

Sahran mengutip pendapat Profesor Mahfud MD, mengenai teori konfigurasi politik hukum bahwa: konfigurasi politik yang demokratis akan menghasilkan produk hukum yang partisipatif. Sedangkan konfigurasi politik otoriter menghasilkan produk hukum yang refresif.

Hal ini sejalan dengan pandangan Philippe Nonet dan Philip Selznick telah merumuskan suatu konsep hukum yang dapat memenuhi tuntutan-tuntutan agar hukum dibuat lebih responsif terhadap kebutuhan-kebutuhan sosial yang mendesak dan terhadap masalah-masalah keadilan sosial, sambil tetap mempertahankan hasil-hasil pelembagaan yang telah dicapai oleh kekuasaan berdasarkan hukum. Hukum responsif adalah teori hukum yang menawarkan sesuatu yang lebih daripada sekedar keadilan prosedural, tetapi mampu berfungsi sebagai fasilitator dari respon terhadap kebutuhan dan aspirasi sosial.

Hukum yang baik harus berkompeten dan juga adil, hukum semacam itu seharusnya mampu mengenali keinginan publik dan komitmen bagi tercapainya keadilan substantif.

Kebijakan politik hukum dalam politik kebijakan pendidikan Islam yang setara dengan kebijakan arah prndidikan nasional melalui UU Sistem Pendidikan Nasional yang lama yaitu Undang-Undang No 2 Tahun 1989 dianggap tidak bisa lagi menjawab dan menyelesaikan keempat isu tersebut. Itulah sebabnya pemerintah kemudian mengesahkan UU Sisdiknas baru yaitu Undang-Undang No 20 Tahun 2003.

Lahirnya UU Nomor 20 Tahun 2003, sebagai konfigurasi politik hukum yang demokratis karena lahir dari suatu situasi relasi antara negara dan Islam dimana secara pokitik pendidikan Islam di masa orde baru terasa terpinggirkan. Dan reformasi politik dengan membangun harmonisasi negara dan Islam dapat mengakomodasi pendidikan Islam debagai basis moral dalam pembangunan pendidikan Islam di Indonesia.

“Pidato pengukuhan Profesor Hamlan telah memberikan pandangan kritis terhadap lahirnya konfigurasi politik atas eksistensi Pendidikan Islam masa reformasi,” kata Sahran.

Lahirnya UU Sisdiknas yang baru ada sejak adanya amandemen UUD 1945, yang mereformasi sistem politik dan pemerintahan di Indonensia. Kekuatan partai politik berbasis Islam di parlemen telah melahirkan konfigurasi politik di parlemen sehingga melahirkan produk hukum yang demokratis. Salah satunya adalah UU Sisdiknas.

Selamat dan Sukses atas keberhasilan seorang senior dan sahabat Prof. Dr Hamlan, M.Ag.

Sumber: Pengelola Dokumentasi dan Kehumasan UIN Datokarama