Guru Besar sekaligus Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, Sulawesi Tengah, Prof Sagaf Pettalongi mengemukakan pengurangan risiko bencana dapat dilakukan dengan pendekatan teknologi dan kearifan lokal di masing-masing daerah di Tanah Air.
“Minimalisasi dampak risiko bencana dapat dilakukan dengan pendekatan teknologi dan kearifan lokal,” ucap Prof Sagaf Pettalongi, di Palu, Rabu (18/5), terkait dengan pelaksanaan platform global untuk pengurangan risiko bencana atau Global Paltform for Disaster Risk Reduction (GPDRR).
GPDRR merupakan kegiatan dua tahunan yang digagas oleh Badan Pengurangan Risiko Bencana atau United Nations Office for Disaster Risk Reduction (UNDRR) Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan GPDRR yang akan dilaksanakan di Bali, 23 – 28 Mei 2022.
Prof Sagaf mengatakan GPDRR menjadi satu wadah penting dalam rangka membangun kesepahaman yang menempatkan pengurangan risiko bencana sebagai arus utama dalam setiap kebijakan pembangunan.
Apalagi, sebut dia, Indonesia yang terdiri dari 35 provinsi, hampir semuanya rentan terhadap bencana alam banjir bandang, tanah longsor, puting beliung, gempa bumi dan sebagainya.
“Apalagi Sulawesi Tengah yang sangat rentan terhadap bencana alam gempa bumi, longsor, pergeseran tanah dan sebagainya,” ujarnya.
Kerentanan itu, menurut dia, harus diikutkan dengan membangun kesiapsiagaan masyarakat secara mandiri dan kelompok dalam menghadapi bencana alam yang datang secara tiba-tiba.
“Maka pertemuan GPDRR diharapkan dapat menghasilkan kesepakatan dan rekomendasi kepada pemerintah dari berbagai negara di bawah naungan PBB, untuk mengarusutamakan pencegahan bencana lewat pembangunan kesiapsiagaan masyarakat,” kata Prof Sagaf.
Selain itu, menurut dia, penanggulangan dampak bencana untuk pengurangan risiko perlu dengan pendekatan teknologi dan kearifan lokal di antaranya seperti penyediaan sistem peringatan dini, alat pendeteksi cuaca, serta sistem informasi kebencanaan yang dapat diakses dengan mudah dan cepat oleh masyarakat.
Di satu sisi, ujar dia, pemerintah perlu mendorong masyarakat menggunakan dan menerapkan metode pengurangan risiko bencana dalam membangun bangunan gedung termasuk hunian permanen.
Pada aspek pendekatan kearifan lokal, sebut dia, di setiap daerah di Tanah Air memiliki hukum adat yang dijunjung tinggi, seperti hukum adat melarang melakukan penebangan pohon di wilayah hutan dan pegunungan.
“Di Sulawesi Tengah misalnya, ada hukum ada yang mengatur dan melarang keras masyarakat menebang pohon. Selain itu, masyarakat ada telah mewariskan kebiasaan yang baik yakni dengan menanam bambu di sepanjang sungai untuk mencegah terjadinya kerusakan daerah aliran sungai dan banjir bandang. Maka kearifan lokal seperti ini perlu dilestarikan,” ungkapnya.
“Olehnya forum GPDRR diharapkan dapat mengakomodir hal itu, dan menghasilkan satu kesepakatan yang menjadi rujukan dan bahan pemerintah dalam pengurangan risiko bencana alam,” kata Prof Sagaf.
Sumber : humas UIN Datokarama Palu